Sekilas Sejarah

Sejarah Gua Maria Mawar dimulai sejak tahun 1948, pada saat terjadi agresi militer Belanda ke-II. Saat itu ada seorang katekis pertama di Boyolali, Bapak Poerwoadmodjo yang mengungsi di Dukuh Tlangu, Kecamatan Musuk. Di pengungsian tersebut dia mengajarkan agama Katolik kepada masyarakat setempat. Kemudian berkembang menjadi cikal bakal Stasi Musuk (atau sekarang Lingkungan Bernadeta), masuk wilayah Paroki Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria Boyolali.

Saat itu beliau memiliki murid 3 keluarga dan tahun 1955 menjadi 8 keluarga. Awal rintisan membuat Gua Maria Mawar bermula ketika setiap kali Bapak Poerwoadmodjo mandi di Sungai Munggur yang berjarak sekitar setengah kilometer dari perkampungan, selalu melewati daerah yang 'angker/wingit'.  Di kanan dan kiri jalan ladang rumput dan tanaman bunga mawar, tepat di atas pemandian. Dia sering melihat ada seorang Putri berdandan ala pengantin, tetapi sendirian dan terlihat kakinya seperti tidak berpijak ke tanah.

Pemilik ladang itu yang bernama Ibu Somotinoyo menuturkan bahwa pada suatu ketika sedang mencari rumput, ia menemukan barang berupa timbangan dan bandul yang terbuat dari emas. Barang tersebut kemudian diletakkannya di bawah keranjang tempat rumput. Beberapa saat kemudian ia membuka kembali keranjangnya dan ia menemukan bahwa keduanya telah lenyap. Kisah-kisah tersebut sebenarnya tidak begitu penting karena yang mendasari pembuatan gua tersebut sebenarnya adalah iman, kebutuhan sarana untuk berdoa.. Inilah adalah awal tempat ini dipilih sebagai tempat berdoa/berziarah, karena kemudian Bapak Poerwoadmodjo menyarankan di tempat tersebut dibuat tempat peristirahatan Bunda Maria. Kemudian bersama Bapak Philipus Surotinoyo, dia berusaha menemui pemilik tanah, Bapak Somotinoyo untuk meminta agar tanah itu boleh dibeli. Pemilik tanah merelakan dengan harga Rp 50  (lima puluh rupiah) dengan luas tanah 250 meter persegi. Proses administrasi jual beli tanah disaksikan oleh Bapak Wirosuharjo yang pada waktu itu menjabat Kepala Desa Kembangsari.

Romo Hadisudjono, Pastor Paroki saat itu, mendukung ide tersebut dan melakukan pemberkatan terhadap tanah yang telah dibeli tersebut. Pada tahun 1956 pembuatan gua dimulai. Tetapi sekitar tahun 1961 perkembangan umat di Stasi Musuk mengalami kemunduran, beberapa keluarga umat katolik mengalami krisis iman karena masalah perkawinan. Hal itu menjadikan kepedulian umat setempat terhadap Gua tersebut mengalami kemacetan sehingga terbengkalai dan tidak terurus lagi, hingga akhirnya lokasi tersebut digunakan sebagai tanah pertanian oleh penduduk setempat.

Pada tahun 1978 ada beberapa rohaniawan yang memperhatikan perkembangan umat di Musuk, seperti Romo A  Endrokarjono MSF, Bruder Thomas Pratignyo Kumoro MSF, Frater Parso Subroto MSF. Mereka kembali mengajar agama Katolik di Kembangsari, Musuk. Mereka juga memperluas Gua Maria Mawar dengan membeli tanah seharga Rp 50.000.

Gua Maria Mawar diberkati dan diresmikan untuk tempat berziarah oleh Romo A. Endrokarjono SMF pada tanggal 25 Juni 1982. Dan saat pemberkatan, Gua itu Dinamakan Gua Mawar. Nama Mawar kecuali sebagai lambang keharuman Bunda Maria juga sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar lokasi Gua khususnya dan Desa Kembangsari umumnya yang disamping menanam palawija juga penghasil Bunga Mawar yang bisa memberi penghidupan.


Tempat peziarah ini adalah asset yang tak ternilai, yang dimiliki Paroki Boyolali, dengan kesederhanaan alami dari lereng Gunung Merapi, sesederhana Bunda kita yang patut dibanggakan.

Disarikan dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar